Senin, 30 November 2015

Harumanti

Disinilah aku temukan angin,
di samping rumah dengan tanah setapak pejalan kaki
Di bangku inilah aku mengamati langit dan bintangnya
Dan disinilah aku menemukan damai


Dia kembali duduk di tempat yang sama,
memandang ke langit gelap dan berkata:
"tidak ada bintang kak, dia bersembunyi,
Aku hanya menikmati malam, menikmati gelap dan menikmati sunyi"

Dan aku pun hanya bisa berkata:
"Malam kian gelap, sunyi pekat menyelinap dan 
aku pun hanya bisa membyangkan: Harumanti". 

Sejenak kita pun terdiam dalam sunyi
Tetes-tetes rindu menyeruak dari relung hati.
Tidurlah..., peluk hangat ku bersama angin dan mimpi


 


Selasa, 18 Agustus 2015

* Di sela hati ada jejak yang tertinggal,
waktu memberi jeda, karena diam ini menanggung rindu

* Pagi menyelipkan rindu di sela-sela angin,
   dinginya mengumpulkan embun di ujung-ujung daun,
   hingga jatuh dan basah dalam heningnya hati

* Menanti... jatuh dalam sunyi

* Aku memungut sisa rindu yang kau urai,
  di sela-sela daun yang lelah menunggu bunga kembang semusim.

* Dibalik pohon randu, Ku kumpulkan remah-remah rindu yang tertinggal,
   sebelum jatuh sejatuhnya, aku berlari mengejar mimpi,
   dan karena luka akupun bangkit kembali

* Aku rindu hujan 
menapak dalam basah,
   biarlah bulirnya jatuh, hingga membasuh jiwa yang rapuh

* Aku mengemas cinta semusim, 
ku simpan apik di bilik hati,   
dan kemudian, menanti seseorang yang mampu mengetuknya kembali.

* Gelombang mengehempaskan ku kembali pada haluan,
   aku menapak pada lengang, jalan masih panjang.

*Rasa ini mendulang gelisah, 
dan rindu tertahan dalam dimensi waktu,
  dan kitapun sama-sama menunggu.

*kisah mengalir bersama air
  Musim telah mengukir namun jejak tersapu angin
  jatuh... 
mengembun di ujung-ujung daun
  bersama diam aku mengemas rindu


* Aku membingkai kisah di dalam haluan yang berbeda. 
   Angin meniupku ke tengah dan menghempaskan ku kembali pada titik nol. 

Cahaya bulan menyapu gelisah di sudut malam, 
  dan kita merebah di tepian mimpi sesaat

Rasa kita yang sama adalah cinta dalam perbedaan,
                                       dalam runut  waktu, sibuk bertanya akankah kita mampu?
 
Sesungguhnya aku menjaga

Bersama angin, aku kembali berlayar

Membunuh rasa yang menikam hati.

* Di tepian jendela, angin meneguk rindu yang sama.   
Dia mengusik semusim kisah, hingga diam bersitatapdengan rasa.
* Waktu, ada jeda dan spasi.   
Aku tertahan dalam lelahnya rindu, dalam dan larut.

Kita terus melangkah dan bersitatap pada janji,
   menanti musim berganti, inikah lengang?

* Gelisahku semasa mimpi, dan bersandar pada jiwa yang lelah... 
   Akulah yang menggenggam kata namun rindu terus berlalu.

Sang turangga membawa ku berkelana, hingga malam tak lagi bimbang. 
   inilah sebuah perjalanan.

Aku mengamati tata cosmic, molekulnya bermain bersama syair rindu kita. 
   Dan disaat angin melebur rasa, kita pun tersenyum dalam cahaya.

* Ketika cahaya tidak lagi bersenyawa,
 akankah ia mampu memberi warna gelombangnya? 
   Sebuah sensitivitas rasa.

Ku kumpulkan remah-remah rindu yang tertinggal,
   hingga di sela-sela daun, embun menguap bersama lelah,  
 ketika sinar mentari bersegera mengantar pagi, 
  anginpun ikut menghapus gelisah semasa mimpi..

Senin, 17 Agustus 2015

*Seseorang yang masih tertidur,
  melipat tubuh dalam dinginya pagi.
  Sesekali terdengar dengkuran kecil pertanda lelah.
  Embun biarkan dia menikmati mimpi.

*Malam melepas lelah dan hujan bersenandung di ujung sana
  namun bukan pada bait-bait langit yang terus bertanya.

*Dia melepas lelah dua jam dan tiga belas menit yang lalu,
  memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri lalu berdiri
  menatap hujan dari balik jendela.
  Ah, kenapa ada nada-nada yang serupa?

*Kabar yang telah usang,
  bahkan di saat aku berlari bukan untuk mengejar
* Lelah menjaga malam, 
   aku pun terduduk dalam diam, inikah mimpi?

                                                         * Rinduku tampa jeda, hingga harap menjemput bahagia.

                                                                        * Dalam senyap, setitik cahaya memudar, 
   aku tetap menunggu, inikah denting-denting rindu?
   di dalam senyap ku temukan damai.
                                                                                     * Aku mengemas mimpi, 
                                                                          menjaganya dalam haluan yang sama.
   
                                                          * Hingga waktulah yang selalu setia membangunkan ku, 
                                                              untuk kembali melangkah dan melanjutkan perjalanan.

                                              * Aku bisikan pesan pada angin yang berhembus manja di balik awan,
                                                                    hingga ku terjaga dalam bait syair, inikah kita?


September

* Kunang-kunang berlari kecil di sudut malam,
   Ikut mengantar ku pulang bersama cahaya rembulan.

* Kita menanti masa, 
   setampuk rindu menguap bersama angin. 
   Saat sinar jingga menghiasi cakrawala,
   bisik, inilah saatnya.

* Denting ini sunyi, 
   pada tapal batas setia menanti."   
* Senyap dalam mimpi,
   hingga kau menangkup rindu pada wajahku

Saat cahaya jatuh di celah pohon randu, 
   hening....., kita saling bersitatap,
   hingga tersadar, akan rasa yang melebur bersama angin,
   mampukah kita bertahan?

* Seluas langit yang memadu rindu dengan birunya awan, 
   hingga aku tidak lagi bersitatap dengan angan.

* Ketika angin berbisik pada daun yang jatuh, 
   sekuntum mimpi gelisah dalam harap.
* Tidak ada jeda dalam cahayanya,   selalu mendekap dalam siluet yang sama,
   dan kita kekal dalam takdir yang memang berbeda.

Minggu, 16 Agustus 2015

Hari ini, Dua bulan yang lalu

 Hari ini, Dua bulan yang lalu

Hari ini, dua bulan yang lalu
adalah sebuah perjalanan yang singkat
untuk sebuah pertemuan rahasia
penuh intrik dan kegilaan, saling mencari dan menyusup
dalam hati yang hidup hingga sesat di pedalaman
hingga mampu melihat dan belajar bersama

Hari ini, satu bulan yang lalu
adalah sebuah perpisahan singkat
untuk sebuah komitmen yang terselubung kebingungan
hingga tersesat dan mencari suatu kepastian
dalam jiwa yang hidup dengan satu tujuan
hingga mampu meraba dan memahami bersama

Hari ini, mengingat dua bulan yang lalu
mengalir begitu saja bagaikan kecepatan cahaya
datang, pergi dan berlalu
ini sebuah cerita hidup dari ketidaksengajaan
atas dasar perbedaan dan persamaam
hingga muncul satu kata untuk menghargai apa yang ada

Hari ini, mengingat satu bulan yang lalu
tidak ada kepastian, yang ada hanya keyakinan 
tangan, tidak akan mampu melukis di atas air
namun harapan tetap hidup dalam waktu
jika perbedaan ini memang indah
biarkanlah ia tetap mewarnai kehidupan  
jika memang dua hati dan dua jiwa disatukan oleh cinta
biarkanlah rasa ini mengalir apa adanya


(Yogyakarta, 7 februari 2012)

Hidup

 Hidup

Ini masih tubuh ku
Ada kaki yang masih menapaki tanah, 
dan masih kulihat bekas jejak langkahku
kutatap lagi dengan seksama, dan
aku yakin ini jejak langkah kakiku yang baru saja kutinggalkan

Ini masih tubuh ku yang utuh
Ada tangan yang menyentuh apa yang ku inginkan, dan
masih mampu menuliskan kata hati
ku tatap lagi dengan seksama, dan
aku yakin tangan inilah yang menuliskan puisi indahku

Ini masih tubuh ku
Ada anggota tubuh sebagai pelengkap
mataku masih melihat  indahnya dunia
Hidungku masih bisa menghirup lalu lalang udara
mata, telinga semua panca indera
bekerja sesuai fungsinya

Ini masih tubuhku
dengan jiwa sebagai pelengkap dan ada hati sebagai penggerak 
Ia mampu memberi dan menerima rasa 
sehingga menjalin persahabatan dengan jutaan sel syaraf pada otak
dan inilah anugerah terindah yang diberikan pada mahkluk yang bernama manusia

Tubuhku memang masih disini, 
menempati sedikit bahagian dari bumi 
jasad, raga adalah kata yang satu
dan aku yakin tubuh ini memang masih di bumi
Namun yang kurasa, jiwaku melayang
seperti kapas yang mengambang terbang tak beraturan 
dan sedang mencari-cari kepastian


(Yogyakarta, 17 Januari 2012)

Aku Izinkan

 Aku Izinkan

Aku telah tempatkan dia dihatiku
membiarkan dia untuk mengarungi jiwa yang kosong,
memberi waktu untuk menaklukkan buasnya rimba hati.
dan menjelajahi dari setiap isinya

Aku telah tempatkan dia pada hutan hatiku
untuk mengenal pohon kehidupan disana
membiarkan dia menelusuri hingga ke akarnya
agar dia pahami dari setiap jengkal sudut tanahnya

Aku telah izinkan dia masuk dalam celah hidupku
untuk melengkapi potongan puzzle yang hilang
dan agar ia tahu seperti apa hitam dan putihnya 
melengkapi dari apa yang kurang
sehingga ia tahu bagaimana memahat sebuah keindahan disana

Saat ini, aku telah  izinkan dia untuk berlabuh dihatiku


(Yogyakarta, 4 Januari 2012)

Hujan yang Ku Tunggu

Hujan yang Ku Tunggu

Aku tatap langit senja sore ini,
gemerisik anginnya membelai lembut kulit yang ringkuh
mengering, mengeriput karena sekian lama disengat panasnya bumi.

Gemercik air yang tertahan oleh gelombang awan hitam yang menggantung di angkasa
memberi harap yang tak berwujud, semua menanti dan selalu menanti
Ah.... rindunya aku

Ku tatap lagi langit senja sore ini,
warna langitnya tidak lagi seorange yang dulu
gelap gulita dan gemerisk angin menghujah jiwa yang hampa
Aku menengadah,
dan berbisik lirih jangan kau berikan harap
Tapi siramilah aku dengan kesejukkan yang Kau miliki
Dia berlompatan dan bergemuruh menggeliat tajam
 hingga mencakar langit yang hitam
Akhirnya engkaupun turun
Ah,,, inilah hujan yang ku tunggu

Yogyakarta, 01September 2011 (kemarau panjang dan ketika hujan mulai menyapa)


Cukup Semusim Saja

 Cukup Semusim Saja

sssSSSSSSSS....veiuufff,,veiiuuffff.....
Desau angin yang gelisah
Di penghujung musim yang sepi
Berputar-putar menggelinding sunyi
Berkecamuk namun tak berarti
Menanti semusim lagi

Tik, tak, tik, tak, tik tak
Berdenting waktu menyapa
Di awal musim kau datang lagi
Diam membisu dan tersenyum palsu
Menari-nari di atas duka menatap lalu pergi
Dan menanti semusim lagi

Ling, lung, ling, lung, ling lung
Seuntai gelisah yang tak kunjung pergi
Menjadi untaian panjang yang menyiksa diri
Musim dan musim datang silih berganti
Seolah tertawa mencemooh diri

Ohh, hentikan...
Hentikan semua
Hentikan tawa itu!!!
Hentikan cemoohan itu!!
Bukankah bumi ini, bumimu juga bumiku,
bukankah tanah ini, tanahmu juga tanahku.
Hentikan genderang perangmu!
Hentikan tarian maut itu!

Cukup semusim saja          

(Yogyakarta, 18 Mei 2011)

Disini Ada Rindu Buat Mama

Disini Ada Rindu Buat Mama

Disini aku sendiri, memandang langit yang kelam
Mata kupun menerawang tampa pandangan.
Ada wajah mama disudut bayangan bulan
Dia tersenyum dan melambaikan tangan
Ahhh....aku rindu mama

Tiba-tiba pikiranku terbang melayang
Mengingat kembali masa-masa silam
Ada mama disetiap hariku, yang membelai dan memanjakan
Mama aku tahu kamu akan rasakan seperti yang aku rasakan
Karena disini ada rindu untuk mu

Jika desauan angin adalah nyawanya bumi
Ku ingin dia sampaikan rindu yang menghujam badan
Jika malam mampu menyapu siang aku ingin diberikan kesempatan
Kesempatan untuk membahagiakan

Mama disini ada rindu buatmu,
Jika detak jantungku adalah tautan nyawaku
Aku ingin menyempurnakan rinduku untuk mu
Jika hati ini adalah segumpalan hasrat
Aku ingin selalu dekat

Mama kupastikan disini ada rindu buat mu

Disini ada rindu buatmu mama.....                                     

(Yogyakarta, 9 Mei 2011)

Senja di Jakarta

Senja di Jakarta

Senja di ufuk barat, merambat menyapu matahari nan gagah..
Dia menebar warna orange nya.
Mememberikan kesejukan dingin anginnya
Dan menghapus lelah orang-orang pulang bekerja.

Senja di ufuk barat, kau temani aku masih dengan rinduku.
Sederet rindu yang masih belum terobati
Dan langkah ini pun harus segera ku ganti...
Senja,  jagalah aku selalu pada RINDU ku..


Jakarta, 280911 

Kota Ku

Kota Ku

Pagi ini, lembutnya angin berhembus di kotaku
sepoi angin melambai, berlarian kecil dan berlalu
Pagi ini, cerahnya langit menghiasi kotaku
dan guratan putih awan melukis indahnya langit pagi.

Aku tidak ingin pagi ini berganti kelabu karena asap-asap itu 
dimana setiap orang datang dan pergi silih berganti
seperti penyamun yang menjarah sasaranya.
Biarlah kehangatan pagi tetap menemani kota ini 
karena ketika siang menjelang semua berubah suram
dimana semua orang  berlomba, dan mengeruk apa yang ada

Sekarang langit kota ku tidaklah seindah dahulu, 
asap kelabu mewarnai awannya
mengotori udara yang ada disekitarnya
Buram hitam bukan lagi tanda subur tanahnya,
dan senyawa api tanah gambut selalu menyala karena ulah manusia
Hujanpun enggan untuk menghampiri, seakan lelah menghampiri 
Bumi pun  masih saja menganga
berharap mendapatkan sedikit kesejukan pada tanah yang kering.

Aku ingin pagi tetap selalu bisa menemani
dimana ada kehangtaan seperti yang dulu,
inilah kotaku, kota penuh janji akan materi


Mencipta Sunyi

Mencipta Sunyi

KN
Di kala seperti ini, aku hanya ingin sendiri
Merenung, menyendiri di tempat yang sunyi
Bersahabat dengan angin yang bisa membuatku damai

IR
terus apa yang akan kau lakukan jika kesunyian tak memberimu tempat?
tak memberimu kesempatan untuk rebah di dadanya?
sedang di dalam keramaian kau bisa menciptakan kesunyianmu sendiri..
meredam riuh ramai suara dengan senyum yang kau hubungkan dengan kegelisahan hatimu..

KN
Keramaian tidak mampu mengusik dan menentramkan gundahku
hanya sakit yang kudapat
Diam membisu yang menghujam hati
aku tidak butuh kepura-puraan
karna aku bukan patung dan tak bernyawa
aku masih manusia biasa

IR
itu bukan lah kepura-puraan..
akan tetapi sebuah kekuatan yang tak semua orang memilikinya...
jika kau mampu, maka itu adalah kekuatanmu
kau tak butuh lagi tempat yang sunyi dengan suasana yang sunyi
kau dapat menciptakan kesunyianmu sendiri
kesunyian jiwamu meski ragamu di tengah keramaian sekalipun

KN
hmm..lebih baik aku diam
memperbaiki langkah dan berjalan lagi
berjalan dengan ingin ku


Yogyakarta, 30 Mei 2011, Sebuah dialog di pagi hari

Sebuah Kegelisahan

Sebuah Kegelisahan

Tidak selamanya inginku, seperti inginmu dan inginnya
Tidak selalu  sukaku, seperti sukamu, dan sukanya
dan tidak akan pernah dukaku, menjadi dukamu dan dukanya
Tidak selamnya tawaku, seperti tawamu dan tawanya
Tidak selalu harapku, seperti harapmu dan harapnya
Dan tidak akan pernah sedihku, menjadi sedihmu dan sedihnya

Mungkin disaat aku terasa sakit, kau akan baik-baik saja
Dan mungkin di saat kau merasa sakit, aku kan baik-baik saja
Mungkin disaat hatiku gelisah, kau pun tak merasa
Memendam kegelisahan yang tak mungkin mampu bertahan
Berjalannya bak ritual air yang mengalir
Hingga bermuara pada satu haluan
Terbendung dengan ribuan kekecewaan

Tidak selamanya keterbukaan yang aku sampaikan
Bisa diterima maupun didengarkan
Mencoba mendekat namun kau menjauh
Mencemooh diri ini, hilang, pergi dan kembali
Tampa kata dan tampa suara

Aku mencoba merangkul persaudaraan
Namun tak pernah terjawabkan
Mungkin rangkulan ku tidak seperti yang kau harapkan
Dan mungkin keberdaan ku tidak kau inginkan
Bodohnya aku jika selalu ingin memaksakan
Inilah kegelisahan yang ingin aku katakan

(Yogyakarta, 30 Mei 2011)


Sudahlah

  Sudahlah....

Sudahlah..., hentikan semua
Sudahlah.., jangan di ulang lagi
Sudahlah.., jangan hentikan langkah ini
Biarkan dia berjalan dengan hatinya
Tak perlu kau cegat, 
Tak perlu kau tahan
Karena aku yakin langkah ini punya tujuan

Sudahlah.., semua sudah basi 
kalau kau paksa, hatimu akan tersiksa
sudahlah.., aku sudah mengatakan
Tidak ada lagi kata kompromi, 
rayuan pun tak laku lagi

Jagalah hatimu,
jangan khawatir dengan hatiku
Hatiku tidak akan salah langkah
Hatiku telah terjaga
Hatiku sudah mulai tertata
Karena gundah sudah melepaskan dirinya
Ketika fajar menyemburatkan cahaya

Aku akan pastikan itu nyata pada saatnya 
                                                                              
 (Yogyakarta, 2 Mei 2011)