Senin, 18 Juli 2011

Lelaki Cacat Itu Adalah saudara ku

 Yogyakarta , 3 Juli 2011

Teringat akan 20 tahun yang lalu, saat malaikat berjubah putih mengahampiri rumah kami dan membawa serta saudara laki-laki tertua kami, laki-laki yang tak sempurna namun hatinya teramat sempurna untuk memahami, memaklumi dan menyanyangi setiap orang yang ada disekitarnya. Laki-laki cacat namun sikap dan tauladannya masih melekat dalam ingatanku.

Tahun 1975 adalah tahun kelahirannya, dia terlahir cacat bisa dikatakan tidak sempurna dialah udaku, bagi orang minang uda adalah sebutan saudara laki-laki tertua atau lebih tua dari yang memanggil. Kami lima bersaudara (Uda, Uni, kakak, uda lag dan aku) uda adalah saudara laki-laki tertua kami dan aku adalah anak terakhir atau bungsu dalam keluarga. Ketika aku sudah bisa berjalan uda belumlah bisa berjalan walaupun setiap pagi di latih kedua arang tua kami untuk berjalan akhirnya ketika aku mulai bisa berlari barulah uda bisa berjalan itu cerita mama. Bajunya selalu basah dengan air liurnya, ketika makan, makanan tersebut selalu keluar dari hidungnya. Sulit baginya untuk menelan makanan sehingga setiap akan makan jari telunjuk berfungsi untuk mendorong makanan kedalam tenggorokannya. Setiap pagi dia seperti bayi bahkan lebih karena uda selalu mengeluarkan kotoran yang keluar tampa disadarinya, sehingga bau tidak sedap menyebar kemana-mana. Tentu saja uda tidak menginginkan hal ini karna dia paham malu, dia paham tidak pantas lagi mengeluarkan kotoran tidak pada tempatnya, dia juga paham malu selalu dimarahi, uda paham kalau ini mengganggu penciuman orang-orang disekitarnya. Namun apa mau dikata ini takdir baginya sehingga setiap pagi uda selalu mendapat perlakuan yang tidak mengenakan, Uda hanya bisa menangis tampa suara dan perlakuan ini seperti sarapan pagi baginya.

Alangkah sulit bagi udaku melewati hari-harinya namun tidaklah ia pernah mengeluh, tidak sepatah katapun dia merasa kecewa, tidak terlihat kesedihan di wajahnya, dia selalu tersenyum selalu ceria, selalu ingin berbagi dengan saudarnya dan dengan setiap orang. Aku masih ingat ketika uda memiliki uang, mainan, makanan semuanya  dia berikan kepada kami sehingga apa yang dia miliki akan selalu menjadi milik kami walaupun harus kehilangan apa yang ia miliki dia selalu ikhlas. terkadang saudara laki-laki yang satunya selalu merampas barang-barang berharganya, barang yang baru saja dia miliki uda tidak pernah marah dia hanya diam saja, itulah uda. Ketika orang tua kami tidak di rumah, uda selalu amanah dengan pesan orang tua untuk menjaga adik-adiknya namun si adik yang tak tau diri selalu mengolok dan tidak patuh pada uda. Aku masih ingat ketika orang tua kami tidak dirumah uda menjaga kami layaknya orang tua, mengingatkan untuk segera pulang kerumah ketika sore tiba, mengingat kan ketika harus makan dan lain sebagainya. Padahal untuk makan saja uda susah butiran nasi selalu bertebaran dimana-dimaa dan karna hal sepele tersebut uda dimarahi lagi dengan alasan si kakak capek untuk menyapu rumah, saat itu aku hanya bisa diam melihat uda dipojok luar dapur serta merta menyuap nasi dan air mata mengalir dipipinya lagi-lagi tampa suara. Ternyata kecacatan uda menjadikan dia tidak dihargai.

Mamaku cerita padaku saat uda bersekolah, uda ingin seperti anak-anak lainya bisa bersekolah, menggunakan seragam sekolah, membawa tas dan memiliki banyak teman. Adakah guru yang mau menerima uda??? Alhamdulillah uda ternyata bisa bersekolah namun hanya di kelas satu sekolah dasar saja. Cerita mamaku lagi uda selalu pulang digendong teman atau orang-orang yang memang ingin mengatarnya pulang. Dan tidak jarang juga ada yang menghina kecacatan uda, namun yang pasti uda tidak pernah menyakiti perasaan orang lain. Uda selalu pergi kemana ia mau, semua ia lakukan dengan jalan kaki terkadang berjalan sampai puluhan kilo. Ketika pulang uda selalu membawa uang yang banyak, aku tidak tahu darmiana asal uang itu yang pasti uang ditangan selalu habis dibagikan pada adik-adiknya. Tak jarang karena hal tersebut mengundang kemarahan papa, karena ia mengira anaknya menjadi pengemis atau peminta-minta,  padahal uang tersebut bukanlah hasil meminta namun diberi oleh saudara yang kebetulan bersua dengannya ataupun orang yang merasa prihatin dengan kondisinya. Tak jarang juga uda membawa mainan yang memang lagi trend pada masanya,dan semua serta merta diberika pada adik-adiknya

Uda selalu mengalah dan melindungi saudara dan orang disekitarnya... Adakah orang cacat yang pantas untuk dikasihi justru mengasihi orang yang sempurna, memberi perhatian yang tulus. Aku teringat dengan tanteku yang sering diitinggal suaminya ketika bertugas diluar kota (mandah),karena uda mempunyai rasa peduli,  uda lah yang selalu siap menemani tanteku dirumahya. Uda lah orang yang tidak sempurna, namun sungguh tulus hatinya untuk melindungi orang yang ia kasihi. Setiap perlakuan kasar yang ia terima tidak akan pernah menjadi keluhan baginya bahkan uda tidak membalas perlakuan kasar tersebut. Penyesalanku hingga kini aku pernah menyakiti uda sehingga kepala uda pun dijahit, saat itu aku berumur 5 tahun aku digedong oleh tanteku kita sedang asik bercanda dan tidak sengaja  ayunan kakiku membuat uda terjatuh sehingga luka pada kepalanya. Saat itu aku ketakutan sekali dan uda tidak marah padaku bahkan ia melindungiku dari amarah orang tua, aku masih teringat dengan ucapan uda "Jangan marahi nini, karena aku jatuh karena kelalaianku karena ku sendiri bukan karena nini". Dialah lelaki cacat yang di saat terluka sakit masih memikirkan dan melindungi orang yang melukainya

Uda selalu mendapat perlakuan yang tidak adil, namun dia tidak pernah menuntut ketidakadilan dan senyum selalu menghiasi bibirnya. Hingga di tahun 1991 disaat itu aku berumur 6 tahun dan uda beurmur15 tahun, 1 hari uda menahan sakit tergelatak dikasur tak ada suara tak ada air mata dan tak ada keluhan hingga di penghujung nafas terakhir. Semua begitu tenang dan damai, seakan ia paham inilah saatnya tepat baginya untuk meninggalkan semuanya, meninggalkan adik-adik dan orangtua yang ia cintai dengan sepenuh jiwanya. Angin sore berhembus hangat menyelubungi langit sore yang beranjak senja, adzan pun berkumandang dari  arah utara rumah kami... Innalillahi waiinaillahi rojiun, doa dan kumandang adzan mengahantar kepergian uda.

Seminggu setelah kematian uda, aku bermimpi bertemu dengannya, disampingya ada seorang lelaki tua berwajah lembut dengan janggut yang panjang memakai sorban putih dan jubah putih begitu juga dengan uda semua serba putih, mereka saling bergandeng tangan lalu menatapku dengan senyuman. Ada cahaya terang bundar mengelilingi mereka lalu dengan perlahan mereka naik dan naik menuju langit hingga tak terlihat oleh pandangan. Akupun terbangun dari mimpiku dan aku yakin uda bahagia disana karena syurga adalah tempat yang pantas baginya.

Aku ingin uda bisa merasakan apa yang aku rasakan dan betapa aku menyesal akan kejadian yang silam. Setiap aku teringat uda aku hanya bisa menagis dan berdoa untuknya. Aku ingin uda bisa membaca tulisan ini sebagai ungkapan rinduku padanya. Siifat dan sikapnya adalah tauladan bagiku, bagiamana mengayomi, bagaimana melindungi, bagaimana menghargai, bagaimana membahagiakan orang lain, amanah dan ikhlas itulah uda. Uda ku adalah lelaki cacat yang sempurna hatinya