Senin, 24 Januari 2011

PROFESIONALISME DAN PERAN PUSTAKAWAN DALAM MENCAPAI KEPUASAN PENGGUNA


Pendahuluan
            Perpustakaan yang selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat informasi erat hubungannya dengan SDM atau orang yang bekerja mengelola perpustakaan (pustakawan), bagi masyarakat awam profesi pustakawan merupakan pekerjaan most unpopular job (pekerjaan paling tidak menyenangkan) tapi siapa yang tahu bahwa pekerjaan seorang pustakawan sangatlah complet, bergengsi dan intelek karena pekerjaannya bersentuhan dengan ilmu pengetahuan dan memerlukan keahlian khusus. Dikatakan pustakawan sebagai profesi dapat kita lihat dalam pengertian profesi dan pustakawan itu sendiri. Profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya (Wiji Suwarno, Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, 2010: 100) dan salah satu pengertian dari pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi, dan informasi yang dimilikinya melalui pandidikan (Lasa Hs. Kamus Kepustakawanan Indonesia, 2009: 295). Dalam pengertian ini jelas dikatakan bahwa (1). Profesi pustakawan memerlukan keahlian dikarenakan kegiatan perpustakaan yang terdiri dari proses collecting, proccesing, dessiminating, preservation and conservation. (2) Yang dikatakan pustakawan adalah orang yang telah menempuh pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi. 

Profesionalisme Pustakawan Saat Ini?
Dari uraian di atas ada tiga kunci yang terdapat pada kata profesi dan profesional, pertama merupakan sebuah pekerjaan yang dapat memberikan nafkah, kedua ada latar belakang pendidikannya dan ketiga ada keahlian serta ketrampilan yang diperoleh dari pendidikannya tersebut. Jika demikian bagaimana dengan kondisi profesionalisme pustakawan saat ini? Apakah pustakawan sudah melaksanakan tugasnya dengan profesional? Fakta di lapangan menunjukan bahwa masih ada pustakawan yang belum profesioanal dalam pekerjaannya, berikut ini merupakan faktor pemicu ketidak profesinalismean pustakawan dalam pekerjaan diantaranya adalah:
1.    Latar belakang pendidikan pustakawan.
Latar belakang pendidikan pustakawan yang non-perpustakaan sedikit banyak dapat menghambat lancarnya kegiatan kerja sehingga profesionalisme pustakawan sebagai tenaga fungsional diragukan. Pernyataan pustakawan merupakan tenaga profesional yang menuntut keahlian khusus, sesuai dengan pernyataan Lasa HS yang mengatakan bahwa pendidikan profesionl diarahkan terutama untuk pengusaan keahlian tertentu. Dengan tujuan pengembangan profesi pustawakan itu sendiri sehingga pustakawan mampu menduduki dan melaksanakan jabatan fungsional dengan baik. Sehingga sedikit banyak dapat mengganggu kelancaran kegiatan di perpustakaan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa upaya berupa, training dan pelatihan secara continue sehingga pustakawan terlatih secara profesional.
2.    Ketidakmampuan pustakawan dalam berkomunikasi dengan baik.
Penyebab ketidakmampuan pustakawan dalam berkomunikasi diantaranya pustakawan tidak percaya diri atau tidak yakin dengan kemampuannya, pustakawan tidak menguasai bahasa dan yang lainnya. Komunikasi merupakan salah satu soft competency pustakawan, Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa salah satu soft competency diantaranya adalah kemampuan komunikasi dan bagaimana berkomunikasi yang efektif karena pustakawan adalah  mitra intelektual yang memberikan jasa kepada pemakai. Jadi seorang pustakawan harus ahli dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Sependapat dengan Lasa mengatakan bahwa seorang pustakawan yang profesional adalah seorang manajer informasi yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan perpustakaan terutama pada era informasi ini dimana  dituntut mampu dalam berkomunikasi ke segenap lapisan masyarakat.merupakan manejerial ilmu untuk itu pustakawan dituntut mampu berkomunikasi ilmiah secara lisan maupun tertulis. Dapat dismpulkan bahwa komunikasi yang baik merupakan modal utama untuk mendukung kelancaran interaksi yang baik pula antara pustakawan dan pustakawan dengan pemustaka sehingga pekerjaan sebagai penyedia jasa informasi dan penerima jasa informasi berjalan lancar. Selain itu dapat dilakukan kegiatan pelatihan dan lomba menulis artikel, pidato, story telling dengan tujuan pustakawan terlatih dan termotivasi untuk menulis sehingga masalah komunikasi dapat diatasi. 
3.    Belum adanya kesiapan pustakawan sebagai penyedia jasa informasi dalam arti pustakawan masih menganggap dirinya hanya duduk diam menjaga koleksi. Ini disebabkan kurangnya rasa ingin tahu dan rasa empati terhadap pekerjaan dan pengguna untuk itu perlu diadakannya suatu pelatihan yang mengasah emotional intelligence pusatakawan. Pelatihan ini bertujuan untuk memahami perasaan masing-masing dan orang lain sekaligus dapat memotivasi diri untuk lebih peka terhadap lingkungannya. Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa ketrampilan profesi pustakawan saat ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, dengan media informasi yang semakin beragam.
4.    Pustakawan pasif atau kurang aktif dalam perkembangan dunia informasi dan kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat menyebabkan perpustakaan akan ketinggalan dalam pemanfaatan teknologi informasi, jika pustakawan tidak mampu mengikuti perubahan dengan bijak maka perpustakaan dengan sendirinya kurang diminati pengguna sekaligus tidak dapat menyokong tujuan lembaga induknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pelatihan tentang bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi yang pada dasarnya pelatihan ini dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
5.    Pekerjaan pustakawan yang tidak terarah dalam arti dalam penguasaaan ilmu perpustakaan yang serba general dan setengah-setengah (unspecialist librarian). Hal ini dapat menghambat kelancaran kerja sekaligus menghambat target yang telah disepakati. Dengan spesialisasi dibidang ilmu tertentu mampu memahami kebutuhan penggunanya, untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penempatan yang jelas (job descrption) dengan memperhatikan keahlian masing-masing pustakawan selain itu dapat dilakukan pelatihan sesuai dengan keahlian tersebut.
6.    Pustakawan yang tidak asertif  terhadap pemustaka.
 Asertif merupakan sebuah sikap yang mampu memahami orang lain tampa menyinggung persaan orang tersebut. Jika pusatakawan mampu bertindak asertif maka dapat tercipta iklim yang kondusif dan bersahabat. Sebagai wujud sikap asertif pustakawan perlu memupuk rasa kasih sayang tanpa pamrih, mau menghargai orang lain apa adanya, mau mengakui nilai-niai individualitas seseorang, mempunyai komitment secara mutlak untuk menjaga hubungan, rasa penerimaan dan memberi kesempatan kepada orang lain, dan action untuk menjaga hubungan agar tetap harmonis (Kalarensi Naibaho)

 Pustakawan Sebagai Anggota Profesi?
Terdapat beberapa unsur mengapa pustakawan dikatakan sebagai anggota profesi diantaranya, ada lembaga pendidikan, memiliki organasiasi profesi, ada kode etik, majalah ilmiah dan tunjangan pustakawan. Implementasi pengakuan pustakawan sebagai anggota profesi dapat dilihat dalam Kode Etik Pustakawan Tahun 2006 dan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Kode etik pustakawan Indonesia tahun 2006 pasal 7 menyatakan bahwa, pustakawan  sebagai anggota profesi membayar iuran keanggotaan secara disiplin, mengikuti kegiatan organisasi sesuai kemampuan dengan penuh tanggung jawab, mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan pripadi.
Organisasi profesi pustakawan yang disebut dengan IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia) mulai dari tingkat pusat, daerah propinsi dan kabupaten kota telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya, (1). Mengadakan dan ikut serta dalam kegiatan ilmiah tentang perpustakaan, dokumentasi dan informasi baik dalam dan luar negeri. (2) Mengusahakan keikutsertaan pustakawan dalam pembangunan Nasional dibidang perpustakaan, dokumentasi  dan informasi. (3) Menerbitkan Pustaka dan atau mempublikasikan bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. (4) Membina forum komunikasi antar pustakawan atau kelembagaan perpustakaan, dokumentasi dan informai ( Hilman Firmansyah. Peran Ikatan Pustakawan Indonesia Terhadap Kompetensi Pustakawan. 2010)
Sejauh ini peran pustakawan sebagai tenaga profesi hanya sebatas wacana   dalam arti belum optimal, program yang telah disepakati tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. IPI sebagai organisasi profesi seharusnya bertindak cepat dalam mengatasi berbagai peramasalahan dengan mengambil tindakan dalam wujud kegiatan-kegitan yang bersifat membangun baik itu bagi pustakawan, maupun organisasi profesi itu sendiri sekaligus lembaga dimana pustakawan itu bekerja.
Kemapanan IPI sebagai sebuah organisasi profesi belum optimal, sehingga belum bisa disejajarkan dengan organisasi profesi lain seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Akutan Indonesia (IAI) Persatuan Guru Indonesia (PGRI) dan yang lainnya. Padahal dengan adanya organisasi profesi pustakawan dapat melakukan banyak hal terutama sebagai sarana komunikasi antar pustakawan dalam menyalurkan ide, masukan, keluhan sehingga masalah yang muncul dapat diantisipasi sedini mungkin. Kegiatan lain dapat berupa pelatihan dan seminar bagi pustakawan baik itu pelatihan yang pada dasarnya untuk meningkatkan kompetensi pustakawan. Pelatihan social skill, assertive communication, kecerdasan emosional, quantum learning dan quantum teaching, pemanfaatan teknologi informasi, dan masih banyak yang lainnya. Seminar yang dapat dilakukan berupa kompetensi untuk profesi pustakawan, perkembangan dunia informasi, mengkaji kebutuhan pengguna informasi, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa antara pustakawan dan organisasi profesi merupakan satu mata rantai yang saling berhubungan jika pustakawan dan organisasi profesinya mampu berkompetensi maka organisasi profesi pustakawan dapat disejajarkan dengan profesi lainnya.
           
Peran Pustakawan Sebagai Mahkluk Sosial Di Perpustakaan 
Pustakawan juga manusia, yang artinya pustakawan sebagai mahkluk sosial mempunyai peranan penting terutama dalam melayani masyarakat pengguna jasa informasi. Peran dan tugas pustakawan tidak lepas dari tugas dan  fungsi lembaga induknya sebagai lembaga penyedia akses informasi seluas-luasnya kepada pengguna dengan cepat dan tepat.
Pustakawan sebagai mahkluk sosial dapat dilihat dari Interaksi antara pustakawan dan pengguna jasa informasi ini merupakan implementasi suatu pola hubungan sosial. Secanggih apapun automasi yang digunakan di perpustakaan hubungan personal tetap akan diperlukan contohnya, user education, bimbingan konseling, dan yang lainnya. Jadi hal utama yang menjadi pertimbangan untuk mencapai kepuasan pengguna (interaksi) diperlukan kompetensi pustakawan dalam berkomunikasi.
Adapun kompetensi-kompensi yang harus dimiliki pusatakawan dalam melakukan komunikasi adalah, Assertive communication, bahwa setiap aktivitas diperpustakaan memerlukan komunikasi yang baik antara pustakawn maupun pustakawan dengan pengguna jasa informasi. Menurut De Saez dalam Klarensia Naibaho Pustakawan asertif: Idaman masyarakat! (tinjauan terhadap tugas dan kompetensi pustakawan dalam mencapai  kepuasan pengguna) strategi komunikasi yang dapat dipergunakan di pusat informasi adalah strategi komunikasi AIDA (Awareness, Interest,Decition)
Awareness, bahwa pusat informasi harus mampu menarik perhatian pengguna untuk dapat mengetahui dan apa saja yang dapat ditawarkan oleh perpustakaan. Interest, apabila komunikasi telah dibangkitkan, dapat dilakukan upaya menumbuhkan ketertarikan, minat pengguna untuk mengakses informasi yang disediakan. Dari rasa ketertarikan tersebut perlu dilakukan kegiatan lanjutan demonstrasi berupa ajakan yang mengarah pada pengambilan keputusan dan untuk mengikuti kegiatan yang ditawarkan tersebut yang disebut dengan (action) atau tindakan. Pustakawan tidak hanya sebagai penyedia informasi tapi juga menjadikan informasi tersebut dapat bermanfaat bagi pemustaka dalam rangka mencapai masyarakat yang cerdas.
Kesimpulan
Pada dasarnya peran pustakawan sebagai anggota profesi sekaligus sebagai penyedia jasa informasi berdampak pada:
1.      Kepuasan pemustaka, dapat dicapai dengan memberikan layanan perpustakaan yang berkualitas.
2.      Kualitas layanan hanya dapat dijamin dengan tenaga pustakawan yang profesional dan mampu berkompetensi
3.      Organisasi profesi sebagai wadah untuk membangun dan mengembangkan kompetensi pustakawan 

 Daftar Pustaka

Firmansyah, Filman. 2010. “Peran Ikatan Pustakawan Indonesia Terhadap Kompetensi Pustakawan” diambil dari http://perpusunpas.wordpress.com/2009/03/28/peran-ikatan-pustakawan-indonesia-terhadap-kompetensi-pustakawan/ pada tanggal 13 Oktober 2010 Rabu Jam 05: 05
Forum Kajian Budaya dan Agama. Kecerdasan Emosi (emotional intelligence) dan Quantum Learning. 2001. Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama.
Lasa HS. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia: Kamus lengkap istilah-istilah pustaka dan perpustakaan yang ditulis lengkap oleh pustakawan senior. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Lasa HS. 2010. “Pendidikan dan Profesi Pustakawan. Diambil dari http://kober.tripod.com/artikellasa-7.html. pada tanggal 3 November. Rabu 09:10
Mauglib. 2010. “Profesionalisme Pustakawan dan Tugas Pustakawan Profesional” diambil dari http://maunglib.wordpress.com/koleksi-artikel/profesionalisme-pustakawan-dan-tugas-pustakawan-profesional/. Pada Tanggal 6 Oktober. Rabu Jam 20: 23
Naibaho, Clara. 2010. “Pustakawan Asertif: Idaman Masyarakat (Tinjauan terhadap tugas pustakawan dalam mencapai kepuasan pengguna)diambil dari file://localhost/E:/peran%20dan%20profesionalitas//Pustakwan%20Asertif.mht. Pada Tanggal 6 Oktober. Rabu Jam 20: 30

Suwarno, Wiji. 2010. Ilmu perpustakaan dan Kode Etik Pustakawa. Yogyakarta: Arus Media.
Zulaikha, Sri Rohyanti. 2010. Materi Perkuliahan “ketrampilan sosial dalam konteks kepustakawanan”.

Minggu, 16 Januari 2011

Kiprah dan Pandangan Salmubi Terhadap Dunia Perpustakaan



Salmubi hanyalah anak manusia, anak kampung yang berasal dari desa terpencil  di pesisir Danau Tempe dan dia seorang anak yang mempunyai impian yang sangat sederhana tentang hidup dan cita-citanya. Namun dengan cita-cita yang sederhana itulah dia menjadi seorang sosok teladan bagi anak, istri, keluarga,  saudara, teman bahkan orang-orang yang yang menekuni dunia perpustakaan, baik itu para praktisi dan akademisi. Berbicara mengenai perpustakaan mungkin saja membosankan namun tidak bagi Salmubi sebagai pustakawan berprestasi, baginya perpustakaan mempunyai arti penting dalam kehidupan terutama dalam proses pembelajaran sepanjang hayat jadi jika ingin menyempurnakan kehidupan maka kita harus memanfaatkannya.

Masa Muda
Tidak ada kata “TIDAK BISA” semua dapat dilakukan dan diraih asalkan kita mau, inilah filosfi hidup dari tokoh pustakawan Indonesia yang menerima Juara II Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Asia Tenggara 2009 Congress of Southeast Asian Librarian (CONSAL) Outstanding Librarian Award (Silver Award) 2009, di Hanoi, Vietnam dan merupakan pustakawan Indonesia pertama yang meraih CONSAL Award. Suami dari Tenriampa, SS. M. Hum. ini telah dikaruniai tiga anak masing-masing, Rafidah Mu’adzhah Salmubi, Rabiatul Adawiah Salmubi, dan Abdurrasyiq Habibie.
Sebagai mahasiswa yang aktif pada kegiatan organisasi kampus sekaligus dipercaya sebagai Presedium Lembaga Kemahasiswaaan Unhas tidak membuat kegiatan belajar Salmubi sebagai mahasiswa terganggu ataupun berkurang justru mampu mengikuti perkuliah dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan organisasi mengantarnya sebagai mahasiswa teladan Universitas Hasanuddin pada tahun 1991.  Apa arti dari nama Salmubi? Nama Salmubi adalah pemberian neneknya, kata atau nama Salmubi merujuk pada nama seorang kaya raya di kampung Salmubi ketika itu, sehingga nenek salmubi berharap supaya kelak cucunya ini dapat pula menjadi seorang kaya raya nantinya. Kalau tidak kaya harta seperti harapan nenek saya itu, paling tidak aku menjadi kaya ilmu pengetahuan” ujar Salmubi menambahkan.
Siapa sebenarnya pustakawan berprestasi ini? Apa nama Salmubi merupakan nama Hoki? Sal, itulah nama sapaan akrab Salmubi yang lahir di Wajo pada tanggal 1 November 1969. Sal kecil menjalani hidup apa adanya disebuah kampung terpencil di Sulawesi Selatan. Kampung Sal dimana ia dibesarkan berada di pesisir Danau Tempe kalau lagi banjir air berada di bawah rumah (rumah panggung) dan terkadang tak kunjung surut hingga berbulan-bulan. Walaupun hidup dikampung yang serba terbatas tidak membuat Sal kecil tidak kehilangan masa kecilnya untuk bermain dan belajar. Dimasa kecil, Salmubi telah menunjukan kecerdasan dan semangat tinggi untuk selalu belajar. Gemar dan senang membaca buku, beberapa buku yang Ia tamatkan kisah tentang Ade Irma Suryani Nasution, Jose Rizal (Pejuang Philipina) dan masih banyak yang lainnya. Padahal bagi anak-anak kampung seusianya  membaca adalah hal yang langka.
Sal anak dari seorang ayah H. Mangkana (alm) dan ibu Hj. Beta menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi kedua orang tuanya. Selain gemar membaca Sal selalu menjadi nomor satu dikelasnya sehingga Ia pun mampu menyelesaikan program Sekolah Dasar dalam waktu 5 tahun pada SDN No. 23 Baru Orai Tempe. Sal yang baru duduk dikelas 5 Sekolah Dasar sudah menjadi anak yatim. Sebagai anak yatim tidak membuat Sal pantang menyerah, dalam dirinya selalu tertanam untuk selalu bekerja dan belajar keras, mandiri dalam menjalani kehidupan termasuk dalam studi. Prinsip hidup untuk berhasil menjadi yang terbaik itulah yang ditanamkan sal dalam dirinya. Sehingga untuk mewujudkan cita-citanya sejak kecil Sal berbisnis menjual makanan dan buah-buahan yang penting dapat menghasilkan uang ujar Sal lagi.
Cita-cita masa kecil Sal ingin menjadi seorang Insinyur walaupun arti insinyur tidak diketahuinya, Sal hanya membaca beberapa informasi yang didapatnya dari koran-koran bekas. Sadar akan kondisi sebagai anak yatim, kehidupan Sal diisi dengan perjuangan tanpa henti hingga kejenjang Perguruan Tinggi. Boleh dikatakan sejak menjadi anak yatim hingga ke perguruaan tinggi keseharian Sal habis dengan bekerja dan belajari, ingin menjadi orang yang nomor satu dalam sekolah dan dalam banyak hal itulah Sal.

Pendidikan dan Karir
Setelah menyelesikan SMAN 1 Sengkang, Salmubi melanjutkan pada Perguruan Tinggi Hasanuddin (UNHAS) Makasar dalam Program Diploma D3 Perpustakaan. Yang terbayang dalam benak Sal untuk piihan ini, pertama pustakawan yang kurang, jurusan ini tentu mempunyai prospek dan peluang besar nantinya, kedua menjadi pustakawan itu pasti di kota dan di kantor.
Pendidikan Diploma Perpustakaan menjadi starting point penting Salmubi dalam kiprahnya di dunia perpustakaan. Semangat belajarnya sangat tinggi, bukan hanya terhadap ilmu perpustakaan, tetapi juga tentang kehidupan. Salmubi pun terlibat aktif dalam kegiatan oganisasi sejak mahasiswa sampai berkarier sebagai pustakawan. Semasa mahasiswa, ia pernah di HMI, Ikatan Kelompok Studi Ilmu Perpustakaan (Ketua, 1989), Badan Permusyawaratan Mahasiswa (Ketua 1990), dan Presedium Lembaga Kemahasiswaan Unhas (1991). Baginya, organisasi merupakan media pembelajaran efektif guna memperkaya horizonnya hidupanya.
Chemistry semangat belajar dan berorganisasi mengantarkan Salmubi meraih penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan UNHAS Tahun 1991. Selepas D3 Perpustakaan, ia melanjutkan pendidikan di Jurusan Sastra Inggris sebagai catatan Salmubi alumni SMA yang mampu berbahasa Inggris. Pilihan itu oleh sebagian besar teman kuliahnya dianggap sebagai langkah “berani”. Sebab, alumni D3 Perpustakaan ketika itu, umumnya, melanjutkan pendidikan di Fisipol. Tetapi, bagi Salmubi itu bukan masalah, meskipun, ia harus kuliah lebih lama. Sebab, jumlah SKS yang disesuaikan di Fakultas Sastra ketika itu hanya 18 SKS atau setara dengan satu semester saja. “Bagi saya setiap pilihan pasti ada resiko, resiko dari pilihan harus kita hadapi. Dan, setiap pilihan sulit, di baliknya ada keberuntungan besar” katanya melanjutkan.
Tidak dengan kemudahan dan perjalanan “mulus dan mudah”. Saat menjadi mahasiswa sastra Inggris, Salmubi diterima sebagai CPNS Perpustakaan Nasional RI (1992). Penempatannya di luar Makassar. Tetapi, SK CPNSnya itu ia abaikan. Sebuah pilihan sulit. Ia memilih untuk tetap melanjutkan kuliah. Selang beberapa bulan kemudian Salmubi diterima bekerja di Perpustakaan Politeknik Negeri Ujung Pandang. Berhubung pegawai baru terikat kontrak tidak boleh kuliah sehingga mengharuskan Salmubi kerja full di kantor dan mengambil cuti kuliah akademik selama beberapa tahun. Hingga, Direktur baru terpilih kebijakan berubah, Salmubi dapat melanjutkan kuliah lagi (termasuk S1 Perpustakaan) hingga selesai.
Bekerja di Politeknik penuh dengan tantangan. Perpustakaannya masih baru dan kecil lagi luasnya 5x7m. Koleksinya pun sedikit - sekitar 250 judul buku. Tapi, kondisi minus itu tidak menyurutkan semangatnya. Bahkan, ia lebih tertantang melakukan berbagai terobosan, antara lain, menuntut adanya alokasi anggaran rutin perpustakaan yang lebih memadai dan peningkatan keberpihakan pimpinan terhadap pengembangan perpustakaan sebagai pusat belajar.
Masa tersibuk Salmubi selain berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Salmubi juga melanjutkan pendidikan S1 Perpustakaan (Program Ekstensi) tahun 1995 di Fisipol Unhas. Pukul 8 pagi hingga 16 sore, Salmubi bekerja dan kuliah di Fakultas Sastra. Pukul 16 sampai 22, kuliah di Ekstensi. Setelah itu, ia menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Praktis istirahat hanya rata-rata 4 jam sehari. Salmubi berhasil menyelesaikan S1 Perpustakaan (1997) dan Sastra Inggris (2000). Walaupun untuk menjalani semua ini perlu pengorbanan waktu, biaya, tenaga yang sungguh melelahkan. Salmubi mampu menunjukan eksistensinya sehingga ia pun terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi Terbaik di Fakultas Sastra dan lulus dengan predikat sangat memuaskan.
Profesi sebagai pustakawan menjadikannya lebih progressive dan dinamis. Sehingga pada tahun 1998, Salmubi diangkat sebagai Kepala Perpustakaan Politeknik hingga tahun 2001. Ditahun yang sama Salmubi mendapatkan beasiswa S2 dari Australian Development Scholarship“ untuk belajar ilmu perpustakaan di Adelaide, south Australia. Rejeki lanjut studi itu merupakan salah satu buah kerja keras dan pengabdiannya selama ini dan inilah yang menjembati dan mengembangkan karir Salmubi sebagai pustakawan.
Kuliah di luar negeri beda jauh dengan di Indonesia. Obyektivitas dosen dalam menilai menjadi salah satu faktor yang mendorong orang untuk belajar lebih serius. Proses pengajaran dari kurikulum sampai dengan pemeriksaan tugas sangat terorganisir dan sistematis. Sehingga kesehariannya sebagai mahasiswa adalah belajar dan belajar serta menyelesaiakan tugas-tugas perkuliahan. Selain itu Salmubi welcome dan akrab sekali dengan teman kuliah baik dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan. Selama menjalani perkulihan di luar negeri kendala utama yang dihadapi salmubi adalah kemampuan bahasa, terutama dalam menulis. Semua ini dapat dilalui hingga Salmubi mampu menyelesaikan kuliahnya dan menyadang gelar Master of Information Management pada tahun 2003.
Dibalik suksesnya salmubi dalam karir dan hidupnya adanya peran keluarga dan kolega. Bagi Salmubi memilih teman bergaul haruslah selektif,  memiliki visi jelas, motivasi tinggi, sukses dalam hidup dan kariernya. Dengan tujuan mendapatkan banyak inspirasi dari mereka sehingga dapat digunakan dalam menata rencana menuju sukses. Tapi, kunci dari semuanya adalah ketekunan dan semangat pantang menyerah dalam melakukan setiap pekerjaan kita. Katanya melanjutkan.
Banyak best practices penyelenggaraan perpustakaan yang Salmubi dapatkan. Kemudian, hal itu diterapkan secara bertahap di perpustakaan. Hasilnya, tercatat 3 kali, ruang perpustakaan pindah - ke ruangan yang lebih besar dalam periode 3 tahun. Dana rutin perpustakaan plus keberpihakan pimpinan sudah terlihat, meskipun dengan sejumlah keterbatasan. Bagi Salmubi, semua permasalahan dianggap sebagai tantangan yang melahirkan peluang untuk meraih kemajuan. Dan, tidak ada alasan untuk tidak berkarya hanya karena ada sejumlah hambatan atau persoalan.
Selain sebagai pustakawan di Perpustakaan Politeknik Negeri Ujung Pandang, Sal pernah diberi tanggungjawab sebagai Instruktur Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Hasanuddin, 1991-1992. Jabatan sebagai Kepala Perpustakaan Politeknik Negeri Ujung Pandang dan Sekretaris Tim Pengembangan Kampus Baru Politeknik Negeri Ujung Pandang, 2007 sampai sekarang
Berbagai terobosan ia lakukan. Sebagai Master of Information Management, Salmubi ingin segera  mewujudkan mimpinya memajukan Perpustakaan Politeknik menjadi perpustakaan akademik yang representatif. Tahap pertama, Salmubi berkontribusi besar dalam “menyulap” gedung perpustakaan (eks gedung locker mahasiswa) sebagai perpustakaan. Kemudian, ia secara bertahap membenahi sistem perpustakaan. Sejak menjabat sebagai Kepala Perpustakaan Politeknik, Perpustakaan berhasilkan mendapatakan dana hibah dan sumbangan dana dari berbagai institusi untuk pengembangan perpustakaan. Selain, proyek TPSDP, perpustakaan juga mendapatkan bantuan dana dari Singapore Polytechnic dan Groningen University Belanda.
Beberapa pendidikan non-formal yang pernah diikuti Salmubi, diantaranya, (1). Library Training Adelaide TAFE Library, South Australia tahun 1992, Magang di Perpustakaan IPB dan Universitas Indonesia tahun 2005 (2). Library and Information Technology Training, OCLC, Dublin, Ohio Amerika Serikat, 2006, (3) Library Internship Program on Information and Communication Technology in Curtin University of Technology Library, University of Western Australia, Murdoch University Library, Central TAFE of Western Australia, State Library of Western Australia, (4). Library Internship Program, Singapore Polytechnic, Singapura, 2007, (5). Digital Library Training, University Groningen Library, Belanda, April 2007, (6). Technology Innovation Fair, Singapura, Juli 2007, (7). Digital Library Management Internship Program, Hong Kong University Library, April 2008, (8). Comparative Study in National Library of Malaysia and Nottingham University Library, Malaysia, May 2009 dan (9) The 8th Annual Library Leadership Institute, Beijing, China, 2010.




Pengalaman dan Harapan yang berbuah manis
Kesempatan emas bagi Salmubi saat ia mendapatkan scholarship dari IFLA/OCLC Early Career Development Fellowship Program di USA. Dimana  Salmubi mengunjungi berbagai jenis perpustakaan di sejumlah states di USA, antara lain Library of Conggress (Washinton DC) dan American Library Association (ALA) di Chicago. Tidak hanya itu, Salmubi juga menjadi salah satu pembicara pada program “World comes to Illinois” di Chicago Public Library dan di Kantor Pusat OCLC, Dublin, Ohio. “Peristiwa itu sungguh sangat menyenangkan” bagi Sal.
Banyak pengalaman dan inspirasi baru yang Salmubi peroleh dari USA. Dan, semua itu memotivasinya untuk berbuat lebih banyak terhadap dunia perpustakaan di Indonesia. Karena itu, Salmubi terlibat aktif pada berbagai kegiatan pengembangan perpustakaan dan organisasi profesi antara lain pembenahan Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Sulawesi Selatan. Ia pun berbagi ilmu dan pengalaman dengan pustakawan lain lewat kegiatan seminar dan pelatihan perpustakaan di tingkat lokal dan nasional. Pengalaman dan pengetahuannya ia sebarkan lewat sejumlah tulisan-tulisannya yang ikut dilombakan di tingkat nasional dimana tulisan-tulisan tersebut tidak luput untuk  mendapatkan penghargaan.
“Oleh-oleh berharga” yang dibawa pulang dari Amerika Serikat adalah “inspirasi” untuk mengabadikan nama B.J. Habibie, mantan Presiden RI ke-3 sebagai nama Perpustakaan Politeknik Negeri Ujung Pandang. Ide ini muncul setelah melihat Bill Clinton Public Library. Salmubi bermimpi mewujudkan hal serupa di Indonesia. Selama kurang lebih satu setengah tahun, Salmubi menyusun gagasan dan ide tersebut dalam sebuah proposal yang isinya meminta kesedian B.J. Habibie untuk diabadikan namanya sebagai nama Perpustakaan Politeknik.  “Dream comes true”, mimpi jadi kenyataan. B.J. Habibie menyetujui ide dan gagasan Salmubi. Meskipun, awalnya, banyak pihak yang meragukan, bahkan pesimis kalau ide dan gagasan itu dapat mewujud.
Pengabadian nama B.J. Habibie sebagai nama Perpustakaan Politeknik ditandai dengan penandatangan prasasti pada hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2007. Peristiwa ini menjadi kenangan manis Salmubi. “Saya hampir tak percaya, kalau ide saya itu mengantar saya bertemu dan berbicara langsung dengan B.J. Habibie – orang saya kagumi selama ini” tuturnya sambil tertawa.
Selain itu, Salmubi mendapatkan pengharagaan sebagai Pustakawan Berprestasi Terbaik I di Sulawesi Selatan. Kemudian, kebahagiannya berlanjut, saat ia dinobatkan sebagai Juara I Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional 2007.  Memperoleh tanda kehormatan ”Satyalancana Karya Satya”, 2008. Prestasi demi prestasi ia ukir. Salah satunya adalah penghargaan sebagai penulis artikel perpustakaan di tingkat nasional sejak tahun 2006 s.d. 2009. Impian Salmubi ingin meraih Juara I sebagai penulis artikel dalam lomba nasional. Sebagai seorang professional muda, Salmubi tidak pernah berhenti berkarya dan berkarya. Ia selalu melakukan setiap pekerjaannya dengan kerja keras dan sikap pantang menyerah terhadap berbagai “problematika” dalam hidup dan kariernya. Ia pun memiliki networking yang luas - dalam dan luar negeri.
Menurut Sal, Perpustakaan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Jadi, bila kita ingin menyempurnakan kehidupan kita maka kita harus memanfaatkannya. Sal juga mengatakan bahwa Perpustakaan masa depan akan sangat ditentukan oleh perkembangan ICT. Teknologi inilah yang berkonribusi terhadap perubahan paradigm penyelenggaraan perpustakaan masa kini dan masa depan. Catatan penting yang perlu diingat bahwa pustakawan itu adalah profesi yang bagus untuk mengantar kitauntuk menjadi cendekia yang arif dan bijaksana. Berdasarkan pengalaman Salmubi menjadi pustakawan dalam kunjungannya keluar negeri bahwa pustakawan di luar negeri sangat terhormat, saya berkali kali menikmati kehormatan itu.
Dari beberapa kunjungan Salmubi ke luar negeri membuat Salmubi banyak belajar dari hal-hal yang dlihat, dialami, dan kemudian pelajari, ia mengatakan bahwa ini semua berkontribusi besar dalam memberkaya perspektif dan horizon berpikir saya dalam menata dan menjalani totalitas kehidupan ini dan karir tentunya.
Yang menjadi perhatian dan Salmubi dalam dunia perpustakaan adalah bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Teknologi Informasi (IT), Salmubi  mengatakan bahwa perpustakaan masa depan akan sangat ditentukan oleh perkembangan ICT, dengan teknologi inilah yang mampu berkontribusi terhadap perubahan paradigma penyelenggaraan perpustakaan masa kini dan masa depan, Implementasi IT dan penciptaan suasana perpustakaan, sehingga menjadi “surge” bagi pemakai untuk terus dan terus berada di perpustakaan.  Selanjutnya peran pustakawan sebagai penyedia jasa informasi akan bergeser, dengan adanya teknologi pustakawan sekarang berperan sebagai penyedia akses terhadap informasi. Tetapi intinya, pustakawan berkewajiban mendekatkan informasi kepada pemakai atau mendekatkan pemakai kepada sumber-sumber informasi yang dimiliki perpustakaan.
Lalu bagaimana tanggapan dan harapan Salmubi terhadap pustakawan Indonesia. Dalam hal kompetensi pustakawan Indonesia harus terus ditingkatkan, dengan mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki otoritas terhadap itu. Dalam tulisanya ia mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perubahan signifikan dalam kepustakawanan pada penghujung abad lalu adalah Information and Communication Technology (ICT). ICT telah merevolusi berbagai aspek di dalam penyelenggaraan perpustakaan yang selama ini berlangsung. Teknologi tersebut telah mengintroduksi layanan-layanan baru yang inovatif.  ICT juga telah menyebabkan data dan informasi dapat diolah, diproses, disimpan, ditransfer secara cepat, informasi dapat dimultimediakan dan lain sebagainya. Kemampuan lainya, yakni ICT mampu menghilangkan time and space tyranny yang selama ini menjadi kendala dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Untuk itu kita sebagai pustakawan pada era informasi dan hidup dalam tatanan information society, menuntut pustakawan menjadi lebih professional. Inilah segelintir pandangan Salmubi tentang perpustakaan masa depan. Andil Salmubi sebagai pustakawan yang produktif  baik itu pelatihan, pendidikan dan karya tulisnya yang ikut mewarnai dunia perpustakaan di Indonesia. 

Sumber

Salmubi (wawancara)

Senin, 03 Januari 2011

Perpustakaan dan Lahan Bisnis

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi telah mengakibatkan ledakan informasi yang ditandai dengan meningkatnya volume arus informasi melalui interaksi komunikasi baik antar individu maupun kelompok. Kondisi tersebut memberi dampak bagi perpustakaan sebagai pusat informasi dan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kualitas dan menyebarluaskan informasi. Saat ini informasi dapat diakses dimana saja dan kapan saja sehingga informasi sudah menjadi sebuah kebutuhan dari setiap individu. Kebutuhan akan informasi dari setiap individu tentu saja berbeda-beda.
 Dengan adanya kebutuhan akan informasi tersebut, perpustakaan sebagai salah satu pusat informasi mempunyai tugas untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah,  dan memyebarluaskan informasi. Keberadaanya tentu saja mempunyai peluang yang sangat besar dalam membuka lahan bisnis yang menantang  dan menjanjikan. Sebelumnya keberadaan perpustakaan sebagai pusat informasi  hanya bertujuan mendayagunakan koleksinya untuk kepentingan pembaca, sama sekali tidak mencari untung atau non-provit oriented (Sulistyo-basuki, Pengantar llmu Perpustakaan, 1993). Akan tetapi sekarang paradigma perpustakaan mulai bergeser dari perpustakaan non-provit menjadi provit oriented. Hal ini bisa dilihat dengan muncul dan berkembangnya berbagai jenis Taman Baca Masyarakat (TBM) yang dikemas unik dan lebih cenderung provit oriented. Fenomena jasa peminjaman buku ini telah hadir di tengah-tengah masyarakat sejak tahun 1970-an. Saat itu kemunculan taman bacaan sudah merupakan suatu media bisnis yang dapat menjadi sumber penghasilan (Kompas, 23 Nopember 2002).

Manajemen pemasaran dewasa ini semakin diminati dalam semua jenis organisasi di luar dan di dalam sektor bisnis tanpa terkecuali perpustakaan atau taman bacaan. Perpustakaan atau taman bacaan yang berkembang saat ini juga telah dijadikan sektor bisnis. Dapat kita lihat pada kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung baik yang berorientasi bisnis muapun sekedar memberikan layanan penyediaan bahan bacaan bagi anggotanya. Misalnya saja Comics Corner (ZOE), Cofee Bar and Library (Potluk), Tobucil dan lain-lain sebagainya. Sebelum menjadikan perpustakaan atau taman bacaan sebagai lahan bisnis tentu saja diperlukan pemahaman tentang strategi marketing atau pemasaran itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan  strategi marketing adalah suatu proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi (Phlip Kotler, manajemen Pemasaran, 1997)

Banyak kelompok bisnis yang akhir-akhir ini tertarik pada pemasaran melalui perpustakaan dengan pengembangan  praktik, berusaha menetapkan posisi usaha mereka dan mengidentifikasikan peluang baru untuk digarap. Hal yang paling utama untuk menjadikan perpustakaan sebagai lahan bisnis yaitu perlu adanya strategi produk dan penentuan harga (1). Strategi produk mengetengahkan cara sebuah perpustakaan memperoleh pendapatan, sedangkan strategi penentuan harga mempengaruhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Produk pada perpustakaan merupakan bentuk layanan atau jasa yang diberikan sebuah perpustakaan, sehingga dapat memuaskan kebutuhan penggunanaya. 

Agar produk sesuai dengan target pasar maka perlu dilakukan pengidentifikasian target pasar (2). Target pasar merupakan kelompok individual atau organisasi yang memiliki karakteristik yang sama yang mungkin akan membeli produk tertentu (Jeff Madura, Pengantar Bisnis, 2001). Dalam hal ini perpustakaan harus mampu mengidentifikasikan berbagai karakteristik penggunanya, sehingga mereka dapat menentukan target pasar terhadap orang-orang dari karakteristik tersebut. Karakteristik umum yang digunakan untuk menguraikan target pasar adalah jenis kerlamin, usia, dan pendapatan. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran target pasar yakni demografis, geografis, faktor ekonomi dan nilai-nilai sosial.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan agar produk atau jasa yang dimiliki dapat memenuhi kepuasan konsumen adalah kinerja pelayanan yang kita berikan. Karena kinerja pelayanan menuntut lembaga untuk memberikan kualitas layanan. Sedangkan kunci keberhasilan usaha bisinis adalah dengan melakukan riset pemasaran (3). Riset pemasaran merupakan akumulasi dan analisis data untuk membuat keputusan pemasaran tertentu. Riset pemasaran sangat sangat berguna untuk membuat keputusan tentang produk atau jasa yang kita berikan. Dilakukanya riset pasar kita akan mengetahui bahwa banyak keinginan konsumen  atau pengguna akan sebuah produk yang tidak tersedia, dengan adanya riset pasar kita dapat mengidentifikasikan kekurangan dari sebuah produk atau jasa yang kita miliki,  dengan mengetahui kekurangan-kekurangan tersebut kita dapat memperbaiki atau membuat produk atau jasa lain  sehingga kepuasan konsumen atau pelanggan dapat terpeuhi.